Disrupsi

         Apa itu disrupsi ? Kata ini sangat sering didengar pada saat terjadinya revolusi industri. Revolusi industri yang dimulai pada abad ke 18 sampai detik ini menjadi perbincangan hangat bagi sektor bisnis skala besar khususnya. Peradaban konvesional yang sangat memerlukan human skill, pada masa ini dan akan datang tergantikan dengan kehadiran sistem algoritma yang dirancang sebagai kecerdasan buatan mampu melampaui pola pikir manusia (Muliawaty, 2019). Lima kluster yang mengalami dampak industri 4.0 yaitu ekonomi, binis, hubungan nasional – global, masyarakat dan Individu (Žižka et al., 2018). Perubahan  memiliki 2 karakteristik yaitu perubahan yang terjadi pada model dan pelayanan yang dimulai dari level pasar bawah sehingga mengungguli para pesaing (Eriyanto, 2018). Beberapa teori disrupsi mengatakan disrupsi tidak hanya menyebabkan adanya perubahan, tetapi membawa kehidupan saluran komunikasi di masyarakat secara sosial ikut ifterdisrupsi. Bentuk ide melalui komunikasi dari cara penyampaian berupa komentar, pesan bahkan kritikan menjadi radikal, seakan filterisasi etika sosiologis sudah tidak sanggup lagi. Kebudayaan luar yang masuk di era globalisasi berbaur dengan keadaan dalam negeri, fungsi etika sosial seakan tergantikan dengan kecepatan teknologi. Tempat dan ruang yang luas sudah tidak menjadi alasan kegagapan teknologi, hal inilah yang menjadi katalisator perubahan peradaban era bisnis digital.

         Pemahaman disrupsi ini dari beberapa kajian literasi seperti (Christensen & Raynor, 2018) mengidentifikasikan gangguan inovasi terjadi pada zaman yang sama  ini perlahan masuk pada sistem teknologi secara definitif dan dengan cepat mempengaruhi perilaku sosial dalam komunikasi. (Sood & Tellis, 2011) berasumsi perubahan akan mengalami  gangguan pada teknologi juga disebabkan saat teknologi baru melebihi kinerja teknologi dominan pada dimensi utama kinerja. Pengertian yang sama oleh (Abernathy & Clark, 1993) penciptaan teknologi yang baru mengganggu sistem basis teknologi lama dan menjadi jauh berbeda dari realita bisnis mampu menghancurkan nilai kompetensi teknis yang ada. Manusia berupaya meningkatkan keterampilan dan menggali ilmu terus dari proses peradaban sosial di masyarakat. Hal ini tentunya senada dengan asumsi bahwa ilmu pengetahuan akan selalu diiringi dengan kehadiran difusi inovasi dan tentunya distu terjadi perubahan secara simultan.


Revolusi Industri dan Gangguan  Bisnis Digital di Era Disrupsi

          Revolusi industri ke- 4 berhubungan dengan 3 fenomena (Paprocki, 2016) :

 

? digitalisasi Universal serta membenarkan komunikasi konstan antara orang sendiri, orang serta fitur serta antara fitur sendiri,

 

? lebih kerap dilaksanakan inovasi mengusik, yang membolehkan kenaikan bertahap dalam efisiensi serta daya guna pembedahan sistem sosial- ekonomi,

 

? pencapaian pengembangan mesin yang bisa tingkatkan keahlian otonom lewat pemakaian kecerdasan buatan dalam proses pengendalian mereka."

 

          Beberapa literatur bisnis tentang gangguan digital (Johnson, 2001) menggunakan istilah "blowup" dan "dekonstruksi" untuk mengatasi kasus yang disebut gangguan. Begitu juga, (Brynjolfsson & Mcafee, 2014) cuma mengacu pada kehancuran kreatif, sementara (Parman, 2017) mengulas dampak masa depan yang signifikan dari teknologi baru pada kehidupan kita, Pula dalam kajian itu menekankan perbandingan antara mempertahankan serta mengusik teknologi. Kebalikannya, mereka memikirkan digitalisasi serta dampak ekonomi serta sosial bagaikan proses lingkungan yang mencakup tahapan evolusi bertahap serta pergantian kilat intermiten.

 

          Buku The Innovator’ s Dilemma serta The Great Disruption terbit kala internet bagaikan bentuk konkret teknologi data mulai memendekkan jarak sehingga dunia jadi bagaikan“ daun kelor” ataupun a global village. Dunia jadi terlihat kecil berkat teknologi elektrik serta arus data yang sama derasnya ke tiap bagian dunia. Perihal itu berarti, pertumbuhan teknologi data secara radikal ikut mengganti struktur kehidupan secara sosiologis. Bentuk- bentuk komunikasi, paling utama cara- cara mengantarkan pesan, opini, kritik, serta penilaian berganti secara radikal. Berkat kecepatan data serta transportasi yang diciptakan teknologi, hingga kebudayaan- kebudayaan yang terasing, ataupun sangat kurang dikira jauh, jadi dekat serta silih berbaur. Dunia yang luas jadi padat. Terciptalah jaringan- jaringan sosial yang jadi indikator untuk pergantian sosial. Dalam konteks era itu, di akhir abad ke- 20 mulai tumbuh e- commerce yang menimbulkan kegiatan- kegiatan komersial menjangkau segala dunia. Hendak namun, teknologi data yang menghasilkan global village tersebut dimanfaatkan pula bagaikan instrumen kriminal. Pelakon terorisme serta bermacam tindak kejahatan memakai sarana yang sama. Jadi, pertumbuhan teknologi mutahir berakibat baik terhadap kekacauan sosial ataupun terhadap perubahan- perubahan fundamental pada dunia industri benda serta jasa.

 

          Munculnya berbagai resiko di era digital, salah satunya menguatnya peran fintech di dunia keuangan dan ketertinggalan perbankan nasional dalam bertransformasi digital mengekskalasi resiko shadow bangking. Beberapa contoh sistem keuangan mulai terdisrupsi oleh fintech :

 

 

Gambar 1 : Dampak digital sistem pembayaran

 

 

 

 

 

Gambar 2 : Klasisikasi Sistem pembayaran di Indonesia

Sumber : Bank Indonesia dan OJK 2019

 

 

          Dari gambar di atas dapat dikatakan setiap aspek yang berhubungan dengan alat pembayaran akan bersinergi menjadi financial technology. Hampir aspek kehidupan akan berdifusi menjadi cashless. Perdaran uang menjadi terbatas karena semua sudah terintegrasi dan berkompetisi dalam merancang ekosistem omnisaluran dan mulai mengarah pada bisnis big tech. Resiko digital yang akan dihadapi adalah resiko siber dan operasional. Resiko siber akan semakin ketat yag berhuungan dengan keamnan data, sedangkan operasional berimplikasi kepada domino effect dari gangguan listrik dan jaringan menguat serta jaringan resiko operasional melebar dengan menguatnya peran jasa keuangan non bank. Digitalisasi dan internet of things memicu kekhawatiran baru mengenai proteksi data pribadi, dan hampir 65 % dari insiden data security breach di global dipicu oleh insiden disclosure of personal data.

 




 Copyright stekom.ac.id 2018 All Right Reserved