Tidak bisa dimungkiri jika kemajuan teknologi membutuhkan perhatian serius karena dunia pendidikan merupakan sarana paling efektif dalam penyebaran iptek, sementara sistem pembelajaran konvensional perlahan mulai tertinggal jauh di belakang.

Saat ini proses pembelajaran tidak hanya berkutat di dalam kelas, tetapi juga menggunakan media digital, online, dan telekonferensi. Namun, pendidikan juga harus waspada agar mampu membendung efek negatif dari perubahan dunia yang sudah serba digital.

Menyikapi hal tersebut, guru sebagai seseorang yang sangat berpengaruh dalam pendidikan tidak boleh tutup mata. Guru hari ini harus lebih pintar dan cerdas dibandingkan murid-muridnya dalam menyikapi perkembangan teknologi yang semakin melesat.

Semenjak adanya pandemi COVID-19 yang melanda Indonesia sejak tahun 2020, hampir semua guru harus belajar lebih banyak tentang teknologi digital karena kegiatan belajar mengajar (KBM) seluruhnya harus dilaksanakan secara online atau daring.

Era industri 4.0 memaksa kita dengan dihadapkan pada perkembangan teknologi yang sangat canggih. Era tersebut juga mengubah segala kebisaan menjadi kebiasaan serba digital sehingga pekerjaan juga harus serba cepat, informasi, pengajaran dan hasil dari pendidikan pun harus segera diselesaikan. 

Lalu, apa jadinya jika guru senior tidak mampu meng-upgrade ilmu?

Guru senior cenderung merasa tersaingi dengan jiwa, semangat dan antikemapanan yang dibawakan oleh guru-guru muda. Akibatnya muncullah cap sebagai pemberontak, pembangkang terhadap sistem. Tidak bisa dimungkiri jika sebagian besar guru senior masih tertinggal dengan guru muda. Guru muda lebih kreatif dalam menggunakan variasi metode dan model pembelajaran serta lebih mahir dalam menggunakan teknologi sekarang. Faktor usia mngkin mempengaruhi dalam segi ini, tetapi bila kita pahami guru senior seharusnya bisa belajar dengan guru muda,tak perlu ada rasa canggung demi memajukan pendidikan di Indonesia.

Sebenarnya, dalam memajukan pendidikan bukan hanya penguasaan teknologi saja yang perlu diutamakan, melainkan bagaimana seorang guru memberikan metode yang inovatif dan kreatif sehingga dapat menarik perhatian dan antusias peserta didik pada materi yang sedang diajarkan.

Belajar baru bisa dibilang sukses bila cara pikir dan cara bertindak individu bisa berubah dan ilmu barunya diaplikasikan secara nyata. Ini jelas tidak mudah, apalagi mengingat guru senior sudah mempunyai pengetahuan dan ketrampilan yang melekat dalam dirinya, dan belum tentu berminat untuk mendapatkan ketrampilan baru. Namun, kita tidak mungkin mundur ke belakang, bukan? Belajar adalah tanggung jawab kita semua.

Misalnya ketika seorang guru selalu membawa alat peraga pada saat mengajar. Sekarang kita baru mengerti mengapa alat peraganya demikian manjur. Siswa langsung mengerubungi meja, dan tertarik pada benda-benda atau gambar-gambar tersebut. Ketertarikan adalah syarat utama dalam proses belajar, karena ketertarikanlah yang membuka pikiran seseorang untuk menerima informasi baru. 

Kita jelas akan mendapat manfaat yang jauh lebih besar  apabila pengetahuan baru diiringi dengan imajinasi, emosi, motivasi, dan \"insight\" yang mendalam tentang subyeknya. Repotnya, informasi baru ini, kemudian akan berhadapan dengan informasi lama, yang sudah tertanam di benak guru senior. Ada kemudian yang berkomentar: ”Biasanya tidak begini...”, atau, ”Saya dari lahir sudah begini...”. Inilah tantangan proses pengajaran, di mana  informasi baru tersebut bukan sekadar “masuk\" tetapi diolah sehingga menjadi pengetahuan dan pemahaman baru, bukan hanya bagi guru senior melainkan bagi seluruh pendidik di Indonesia.

 Copyright stekom.ac.id 2018 All Right Reserved